Tentang Pekerjaan Rumah yang Tak Dianggap Bekerja
Suara piring, air, dan napas yang menua.
10/20/20251 min read
Tak ada hari libur,
tak ada tanggal merah,
dan
jam kerja yang tak pernah selesai.
Ini adalah fiksi. Selamat membaca!
—
Suara malam terdengar begitu hening,
tapi dapur masih terus bergeming.
Suara sentuhan piring dan gelas yang tak berkesudahan,
suara angin air yang terus mengalir.
Suara kompor yang beradu dengan asap.
Dan suara mesin yang terus mengaum.
Terlepas dari siapapun,
seseorang kadang lupa
bagaimana suatu ruangan bisa bersih,
suatu rumah terasa nyaman,
suatu bangunan dapat dikatakan rumah.
Terlepas dari siapapun,
terkadang kita hanya fokus
pada hal-hal yang materil.
Walau nyatanya,
Segalanya memang materil, ya?
Tapi kalau boleh memilih,
apa yang membuat kita merasa untuk saling ada.
Hal-hal kecil random yang teratur,
mengatur dalam komposisi kadar yang tak beredar,
pekerjaan-pekerjaan rumah
yang terus bersiklus,
dan tak pernah disebut sebagai bekerja.
Namun,
di luar tirai, dunia sibuk dengan nadanya.
Bekerja, bekerja, bekerja,
dalam layar,
dalam rapat,
dari jalanan hingga karpet merah,
dari berlayar hingga berselancar.
Ritme dunia pada nadanya.
Lalu, yang di rumah,
seseorang baru saja menyelesaikan siklusnya.
Waktunya berjalan,
tapi siklusnya serupa.
Tak dianggap hadir,
tak ada rapat,
tak ada penghargaan.
Hanya tubuh yang terkikis perlahan,
terkelupas satu per satu dalam nestapa.
Padahal, tanpa tangan-tangan dan kaki-kaki itu,
akankah ada hidup
yang layak disebut rumah?